English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
ingin mendapatkan SMS TAUHIID setiap hari => Ketik : DAFTAR#NAMA#KOTA contoh : DAFTAR#ADI#BDG kirim ke 0821-303030-38 / 0878-2525-2626 <= GRATIS terima SMS TAUHIID setiap hari, insyaAlloh. . .。

KASIH IBU 'MEMANG' SEPANJANG JALAN

Oleh Ellnovianty Nine
 
Siapapun mungkin hafal betul dengan pepatah, ’kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah’. Sebenarnya tanpa kita sadari pepatah ini sering terjadi di dalam kehidupan kita. Makna pepatah ini baru benar-benar aku rasakan ketika aku hidup terpisah dari orang tua, jauh di negeri Sakura.
Tahun 1997 hidupku di perantauan dimulai. Jepang, negeri yang sangat terkenal sebagai negera Asia dengan tingkat ekonomi, teknologi, sosial budaya yang sudah modern. Di negeri ini aku memperdalam Bahasa Jepang sambil bekerja paruh waktu. Ini kulakukan untuk membiayai uang kuliah dan kehidupan sehari-hariku.
Tak terasa waktu sudah berlalu. Ketika berangkat usiaku masih 23 tahun, masih ranum bak bunga yang sedang mekar. Namun seperti tersihir dalam rutinitas kehidupan ’layaknya’ orang Jepang-yang workchoholic, tak terasa aku sudah menjadi wanita matang berusia 30 tahun. Tingkat pendidikanku pun ikut bertambah seiring pertambahan usia tadi. Pertambahanusia sebanyak 7 tahun itusemuanya kulalui di negeri Sakura.
Ketika memutuskan untuk ’break’ sejenak dari rutinitas di Jepang, aku memutuskan kembali ke Indonesia dan bekerja di salah satu lembaga internasional milik pemerintah Jepang. Sebelum mudik ke tanah air, aku mencoba merealisasikan mimpiku yakni mengundang orang tuaku melihat negeri matahari terbit ini.
Sayangnya hanya Mamaku yang menyatakan akan berangkat ke Jepang, sedangkan Papaku memilih tidak pergi karena alasan kesehatannya yang tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan jauh. Akhirnya berangkatlah Mamaku, sendirian!

Dengan berbekal segala informasi perjalanan yang kutulis sedetil-detilnya dalam Bahasa Indonesia, Mama yang ’kedengarannya’ sangat tegar dan teguh, menyatakan siap berangkat.
Kutunggu Mama di Bandara Internasional Osaka-Jepang. Kubayangkan pertemuan yang indah dengannya. Wanita yang telah melahirkanku, membesarkanku, menerima keluh kesahku sejak bayi hingga remaja dengan ikhlas. Wanita yang tak lupa mengirimiku puluhan pucuk surat, menjadi tempat rinduku tertumpah sekian tahun. Dua ribu hari telah terlewati tanpa bisa menemui wajahnya setiap hari.
Menit demi menit kutunggu dengan gelisah. Jadwal kedatangan pesawatnya sudah lewat dari setengah jam, tapi sosok Mama tak muncul juga. Kegelisahanku memuncak ketika seeorang penumpang yang baru keluar dari pintu imigrasi menyapaku.
”Anaknya Ibu Dahniar?” Aku mengangguk.
”Sabar ya, Ibunya sebentar lagi keluar. Tapi dia sakit,” kata orang itu lagi.
Deg! Hatiku jadi tak menentu. Kakiku terasa tidak berpijak di bumi. Lunglai diriku ketika melihat Mama keluar dari pintu tempat para penunggu dengan menggunakan kereta dorong. Didorong oleh petugas bandara. Kudapati cerita dari seorang wanita-yang ternyata seorang dokter, dan teman Mama sebangku di pesawat, bahwa kesehatan Mama ’drop’ ketika pesawat mulai terbang di atas Pulau Kalimantan. Beberapa kali pesawat terkena ’turbulance’, dari sejak itulah Mama muntah dan tak bisa makan. Ternyata gula darah Mama drop, sehingga kepalanya pusing dan denyut nadinya cukup lemah. Untungnya ada dokter wanita itu yang merawat Mama sepanjang jalan.

Kali kedua keberangkatan Mama ke Jepang yakni tahun 2008, adalah untuk membantuku menghadapi proses persalinan anak kedua. Setelah kepulanganku ke tanah air dulu, Allah ternyata menakdirkan diriku kembali ke Jepang. Aku berjodoh dengan pria Indonesia yang sedang menempuh pendidikan S-3 di kota salju, Sapporo.
Dari pernikahan kami ini telah lahir anak pertama. Tak sampai dua tahun memiliki putri sulung, aku kembali berbadan dua. Sejak menikah, aku berprofesi sebagai ’full-time house wife’. Aku mengemban amanah suami dalam mengurus rumah tangga dan anak sendirian, tanpa pembantu. Karena memekerjakan pembantu di Jepang adalah hal yang tidak mungkin dari segi ekonomi kami. Ketika rencana kelahiran anak kedua kami tinggal tiga bulan lagi, kami meminta bantuan Mama agar datang lagi ke Jepang. Ketika aku dan suami menghadapi proses persalinan, maka si sulung bisa diasuh oleh Neneknya.
Mama yang dulu pernah datang ke Jepang dengan segala traumanya, justru sangat optimis! Kali ini rute yang akan dilewati Mama jauh berbeda dengan rute sebelumnya. Kalau dulu Mama berangkat dari Jakarta langsung menuju Osaka, hanya transit di Bali. Kali ini Mama akan melewati rute Jakarta-Seoul-Sapporo. Mama harus transit sekian jam di Bandara International Incheon-Seoul. Tapi Mama menyakinkan kami bahwa bisa ’terbang sendiri’, berbekal pengalamannya terdahulu.
Ketika kali kedua aku, suami dan putri sulung kami menunggu di Bandara Chitose-Sapporo, hatiku seperti beberapa tahun lalu. Rasa takut sangat menguasai hati dan pikiranku. Bagaimana ya kali ini? Mama sukses tidak ya? Kalau terjadi apa-apa dengannya, apakah akan ada orang yang membantunya?
Mama sering bercerita kepada kami, untuk keberangkatannya yang kedua kali ini, dia bahkan kursus bahasa Inggris private! Mamaku dengan usianya yang sudah 56 tahun, tak pernah menyentuh bangku kuliah, tak punya ilmu dasar Bahasa Inggris, tetapi begitu bersemangat ’mengeluarkan uangnya sendiri’. Diam-diam mengambil les privat. Aku dan suami sampai takjub dengan semangatnya.
Lima belas menit berlalu dari jam kedatangan pesawat. Aku benar-benar tak tenang. Sangking khawatirnya aku memilih pergi ke kamar mandi, menenangkan jiwaku yang luar biasa gelisah. Aku berharap jika aku kembali ke tempat kami menunggu, maka Mama sudah ada. Tapi sekembalinya ke pintu keluar, tetap saja belum ada sosok Mama di situ. Padahal suamiku tak beranjak di tempat itu, biar ketika Mama keluar dia bisa langsung melihat kehadiran kami.
Badanku sudah tak bisa diatur lagi. Mondar sana, mondar sini. Suamiku mengerti kegelisahanku, karena aku pernah bercerita tenang kondisi Mama dulu. Suamiku hanya bisa menenangkan diriku.
”Keluarga Ibu Dahniar?” Seseorang menegur kami dalam Bahasa Jepang. Seorang wanita! Usianya sudah cukup tua, tapi sangat ‘fashionable’-khas orang Jepang. Suamiku mengangguk, tapi aku semakin tak karuan.
“Ada sesuatu dengan Ibu saya?”tanyaku tak sabar. Si sulung juga tak sabar ingin bertemu Neneknya, sejak tadi ditarik-tariknya ujung bajuku. Membuatku semakin gelisah.
”Iya. Dia tadi sebangku dengan saya. Sekarang sedang mengisi questionarre, keliatannya ada yang sulit dan tidak dimengertinya. Sehingga dibantu oleh petugas bandara.
”Kang, gimana nih? Duuuh, Mama kenapa ya?” Aku menempelkan badanku ke Suami, meminta ketenangan. Dia memegang jemari kananku erat-erat dan berbisik,”Sabar, semoga Mama tidak apa-apa.”
Setiap kali pintu otomatis itu terbuka dan tertutup, tubuhku selalu sudah setengahnya melongok ke dalam. Tapi yang ada hanya meja-meja petugas cek barang yang sulit tembus pandang.
Ketika kepasrahanku sudah diambang batas, tiba-tiba Mama keluar dengan wajah kuyu tapi dengan senyum yang melegakan hati kami.
”Eiiii...cucuku Alma. Udah dari tadi nunggu ya.” Mama langsung ’rame’ seperti biasa. Kusalami tangannya dengan perasaan masih dengan kegelisahan yang tersisa. Sambil berjalan melewati rute ke kereta bawah tanah, Mama terus bercerita mengapa dirinya sampai jadi ’penumpang terakhir lagi’ yang keluar dari imigrasi.
Ternyata, ini ada kaitannya dengan pengisian questionarre yang biasa dibagikan di dalam pesawat, sebelum mendarat. Dari sekian banyak pertanyaan, ada satu yang membingungkan Mama. Yakni, ”What is your occupation?”
“Terus, Mama bingungnya di mana?” tanya kami.
”Iya, Mama kan nggak tahu kalau occupation itu artinya pekerjaan. Yang mama tahu kan pekerjaan itu ’work’ atau ’job’. Makanya Mama bingung ampun-ampunan.”
”Oo gitu ya, Ma".
Aku sungguh kagum dengan daya ingat Mama tentang kata ‘work’ dan ‘job’. Padahal beliau hanya
kursus kurang dari tiga bulan, itu pun ’belang betong’ kata Mama. Kasihan juga Mama, sampai harus memeras pikirannya untuk pertanyaan itu.
”Satu lagi ada pertanyaan tentang ’mariyuana’. Mama nggak ngerti apa itu? Mama taunya ekstasi. Ternyata jenis obat keras ya...hahaha.” Mama tertawa lepas.
Mungkin Mama segelisah aku. Terbang kedua kalinya ke Jepang pastilah bukan ’urusan gampang’ untuk seorang Nenek. Jangankan untuk Mamaku, untuk kaum muda saja pasti setiap perjalanan itu akan menemukan hal-hal baru. Seperti aku yang menemukan kebenaran bahwa kasih ibu itu memang sepanjang jalan.
********
Sebulan setelah kelahiran buah hati kami yang kedua, Mama mengirimi kami sebuah buku notes. Di dalamnya ada tersurat tulisan tangan Mama tentang ’long journey’-nya yang seru ketika pulang sendiri dari Sapporo ke Indonesia.
Tersurat bagaimana repotnya Mama dalam perjalanan pulang ke Indonesia. Mulai dari Bandara Chitose-Sapporo, lalu transit 7 jam di Bandara Incheon-Seoul. Kemudian keesokan harinya berangkat lagi ke Indonesia dengan jalur Denpasar Bali dan akhirnya kembali menginjakkan kakinya di Bandara Soekarno Hatta-Jakarta.
Apalah kekuatan tubuh seorang nenek yang bepergian seorang diri. Dengan beban oleh-oleh di tasnya yang over-weight. Tetapi semua itu dia bawa karena cinta kepada keluarga yang ditinggalkannya di Bandung.
Mama bercerita dalam suratnya, "Mama tak sanggup menahan air mata yang jatuh di dalam pesawat. Saat itu Mama takuuut sekali. Mama tak punya siapa-siapa dalam perjalanan. Satu-satunya penolong Mama adalah Allah swt. Selain itu Mama kangen lihat wajah cucu Mama, Alma dan si baby Tiara. Ingin rasanya Mama kembali aja ke lobby kedatangan, bergabung lagi dengan kalian di Sapporo. Tapi kalau ingat Papa kalian yang sakit-sakitan, Mama tak punya harapan.Harus tetap pulang!"
Ah, hati kami begitu trenyuh membaca suratnya.
Ya Allah, semoga ketika waktunya anak-anak kami membutuhkan kami, maka kami pun bisa seperti Mama. Kuat iman, kuat raga, dan pasrah kepadaMu.
Selengkapnyah...

DAN SALJUPUN BERTASBIH

oleh Sayripudin Zuhri

Ada harapan bersama pada musim dingin di Moskow, apa itu ? Salju. ya salju adalah karunia Allah SWT yang sangat dinantikan oleh siapapun yang berada di negara yang mengenal empat musim. Karena salju adalah fenomena alam yang menarik, indah dan mistis. Kenapa menarik ? Karena salju yang lembut dan berwarna putih itu demikian mempesona, dipegang amat lembut dan halus,siapapun yang memegang akan menyukainya.




Keindahan salju telah membuat para seniman berkarya, ada yang melukis, membuat puisi, membuat lagu dan sebagainya. Dan kenapa mistis ? Karena saat salju turun ada suasana yang amat menggugah perasaan, betapa besar Tuhan telah menciptakan salju, yang membuat manusia merasa bahagia karenanya, butir-butiran salju turun ke bumi dan saljupun bertasbih, hanya saja kita tak mengetahui tasbih salju itu



Salju turun ke bumi, anak-anak menyembutnya dengan riang gembira, mereka berlari dan tertawa sambil main timpuk-timpukan salju, inilah timpukan yang di bolehkan, tidak menyakitkan, justru ketika di timpuk ada kegembiraan yang luar biasa, tak ada timpukan yang membuat orang menjadi gembira, kecuali ketika ditimpuk salju. Maha besar Allah yang telah menciptakan salju yang membuat manusia manjadi begitu riang, bahagia, senang, bersuka cita. Alhamdulillah, segala puji bagiMu ya Allah yang telah menciptakan salju.



Dalam firmanNya dikatakan bahwa apa yang ada di langit dan di bumi, semua bertasbih kepadaNya, dengan demikian makhluk yang satu inipun, yaitu salju ikut bertasbih, mensucikan asmaNya yang Maha Agung, yang Maha Suci dan maha Besar. Salju yang kelihatannya biasa, menyimpan rahasia Allah yang Maha Besar, salju yang awalnya adalah air, berubah sedemikian rupa ketika suhu berkisar antara nol derajat celcius, salju bergerak diantara nol derajat tersebut, tidak boleh lebih, tidak boleh kurang, itulah sunnatullahNya.



Bila suhu terlalu tinggi bergerak ke plus, maka salju akan berubah menjadi air hujan dan sebaliknya ketika suhu menurun ketingkat yang lebih rendah yaitu minus sekian derajat celcius, maka salju bukan benda yang lembut, tapi sekeras batu ! Dan saat itu salju bukan lagi salju, tapi batus es ! Jangan coba-coba melemparkannya kepada siapapun, bila terkena, ya sama saja kita di lempar batu, bisa bocor kepala ! Bukan hanya kepala, mobil yang terkena salju yang sudah berubah menjadi es, bukan hanya penyok, tapi bisa bolong !



Lagi-lagi alam Moskow bisa dijadikan guru untuk belajar dan emang apapun yang dicptakan Allah tak ada yang sia-sia, dan Dia menciptakan sesuatu bukan main-main. Semua ciptaanNya diciptkan punya maksud dan tujuan tertentu, yang terkadang manusia begitu lemah untuk mengetahui rahasiaNya, termasuk untuk memahami salju. Sehingga salju yang turun ke bumi, sepertinya biasa-biasa saja, sama dengan kejadian atau peristiwa alam yang lainnya.



Padahal salju yang telah diciptakan Allah SWT telah membuat begitu banyak pakar ilmuwan untuk menggalinya, betapa banyak perancang-perancang busana yang membuat pakaian yang berbagai macam jenisnya untuk menyambut sang salju, betapa banyak jenis olah raga dibuat untuk menghadapi salju ini, betapa banyak jenis peralatan olah raga untuk digunakan bermain salju, betapa banyak roda mobil yang diptakan khusus menghadapi musim bersalju, betapa banyak mobil dibuat untuk menghadapi salju dan seterusnya. Allahu Akbar !



Allah benar-benar tidak bermain-main menciptakan makhluknya yang satu ini, salju ! Ya salju adalah salah satu kreasi Allah yang Maha Besar, manusia yang tak bisa main-main berhadapan dengan salju, kelihatannya sederhana, namun kita kita lalai dan menganggap remeh berhadapan dengan salju, maka baru jalan saja, bila kita tak hati-hati akan terpeleset dan jatuh. Mobil bila tidak memakai ban yang berpaku, siap-siap menerima resiko terburuk, terbalik, tabrakan atau terjungkal. Berpakainpun begitu, bila tak rapat ( Seluruh tubuh tertutup, kecuali muka), apa lagi leher tidak pakai syal, maka siap-siap menyambut sang batuk, a cough !



Jadi salju yang diciptakanNya memberikan pelajaran bagi manusia, agar berlaku bijak dalam menghadapi apapun, tidak kecuali salju. Salju yang bisa menjadi begitu lembut dan cair, namun satu saat bisa begitu keras sekeras batu kali ! Dan kitapun, manusia bisa selembut salju dan secair hujan, namun satu saat hati kita bisa sekeras batu. Hati yang lembut biasanya di isi dengan dzikir, membaca Al Qur'an, mendengar kalam Illahi dan sebagainya. Sedangkan hati yang seperti salju yang sudah menjadi es, maka hati itu sekeras batu dan hati yang sekeras batu, biasanya adalah hati yang jarang disentuh oleh dzikir, tidak membaca Al Qur'an, tidak mendengarkan kalam Illahi dan seterusnya.



Jika salju saja bertasbih kepadaNya dan dapat menunjukan kekuasaanNya, mengapa manusia begitu keras hatinya, hingga untuk bertasbih atau berdzikir kepadaNya, malesnya minta ampun. Padahal dzikir itu gratis ! Dengan mengucap tasbih, tahmid, takbir, tahlil yang begitu ringan melakukannya, tapi timbangan amalnya di hadapan Allah begitu besar ! Jika salju saja bertasbih, mengapa kita tidak ikut bertasbih dengan turunnhya salju, turunnya hujan, turunnya rezeki, turunnya nikmat, turunnya karunia kepada kita. Mengapa kita tidak bertasbih kepadaNya ? Tidak malukah kita kepada salju yang bertasbih kepadaNya ?
 
Selengkapnyah...

Do'a Sukses Ujian

"AllohummarzuQnaa Fahman Nabiyyiina Wahiifdzolmursaliina
  Wailhaamalmalaaikapilmuqorrobiina Bi Rohmatika Yaa
  Arhamarrohimiina……"


Yang Artinya :

"Ya Allah Berilah Kami RizkQ Pemahamannya Para Nabi,Dan
  Kemampuannya Menghafal Para Rasul,dan Ide Beriliannya
  Para Malaikat Yang Senatiasa Mendekatkan Diri kepada MU
  Dengan Rahmatmu Tuhan Yang Maha Pengasih Dan Penyayang"

Bacalah sebelum test atau ujian, baik UN, UTS, UAS, maupun Ujian lainnya. insyaAllah . . .



Share |

Selengkapnyah...

antara Dunia Maya dan Hati

Selengkapnyah...
 
Unduh Adobe Flash player
 
© Copyright by mediaHATI| Template by Blogger Templates